
11 Juli 2025
Pemerintah Indonesia resmi memperkuat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dengan menerbitkan revisi peraturan pelaksana dan pembentukan lembaga baru bernama Badan Pengawas Data Digital Nasional (BPDDN). Keputusan ini disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 10 Juli 2025 dan diumumkan secara publik keesokan harinya.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap lonjakan kebocoran data pribadi dan penyalahgunaan algoritma komersial yang makin marak di era digital, termasuk oleh platform e-commerce, fintech, hingga media sosial asing.
Fungsi dan Tugas BPDDN
BPDDN akan bertindak sebagai lembaga independen setingkat kementerian, dengan fungsi utama:
-
Mengawasi penggunaan data pribadi oleh korporasi dan lembaga pemerintah
-
Menyediakan mekanisme pengaduan publik dan mediasi terhadap pelanggaran
-
Memberikan sanksi administratif dan rekomendasi pidana kepada pelanggar
-
Menyusun standar audit data dan sertifikasi compliance digital
-
Berkoordinasi dengan lembaga internasional soal cross-border data transfer
Kepala BPDDN pertama yang ditunjuk adalah Prof. Dr. Ir. Laksmi Rahayu, pakar keamanan siber dari ITB, yang juga pernah menjabat di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Revisi UU PDP: Apa yang Berubah?
Revisi UU PDP 2025 mencakup poin-poin penting berikut:
-
Izin eksplisit harus diberikan pengguna sebelum data diproses untuk iklan atau penjualan
-
Hak untuk dilupakan (right to be forgotten) secara lebih luas dan wajib dipenuhi dalam waktu maksimal 14 hari
-
Denda administratif meningkat hingga Rp 100 miliar untuk perusahaan besar
-
Penggunaan data biometrik, rekaman suara, dan lokasi GPS kini termasuk kategori data sensitif
-
Perlindungan khusus untuk data anak di bawah umur 17 tahun
Reaksi Publik dan Industri Digital
Reaksi publik terhadap penguatan UU ini mayoritas positif, terutama dari kalangan konsumen, akademisi, dan organisasi perlindungan privasi. Namun, beberapa perusahaan teknologi menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi peningkatan biaya kepatuhan dan audit rutin.
Pihak Asosiasi Fintech Indonesia meminta waktu adaptasi transisi minimal 12 bulan, sedangkan asosiasi e-commerce menyambut baik langkah pengawasan ini sebagai bentuk keadilan digital.
Kesimpulan
Dengan penguatan UU PDP dan pembentukan BPDDN, Indonesia semakin serius menjamin hak digital dan privasi warganya di era yang semakin terkoneksi. Ini menjadi langkah besar menuju transformasi digital yang lebih aman, transparan, dan etis.