
Kopenhagen, 6 Juli 2025 – Dalam sebuah keputusan bersejarah, Pemerintah Denmark resmi memberlakukan aturan wajib militer bagi perempuan, menyusul meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Eropa, terutama dengan Rusia. Kebijakan ini diumumkan oleh Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, sebagai bagian dari upaya memperkuat pertahanan nasional dan solidaritas NATO di tengah dinamika keamanan regional yang semakin tak menentu.
Langkah ini menjadikan Denmark sebagai negara Nordik pertama yang secara penuh menyetarakan kewajiban militer antara laki-laki dan perempuan, dengan sistem rekrutmen yang akan mulai berlaku mulai tahun 2026.
🔍 Latar Belakang: Ketegangan Rusia vs NATO dan Kekhawatiran Regional
Denmark, sebagai anggota NATO yang berbatasan dekat dengan Laut Baltik, semakin waspada terhadap manuver militer Rusia di kawasan tersebut. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, ketegangan di wilayah Baltik meningkat signifikan, memicu kekhawatiran terhadap negara-negara kecil di sekitar Rusia, termasuk Finlandia, Swedia, dan Denmark sendiri.
Dalam beberapa bulan terakhir, militer Rusia diketahui meningkatkan patroli udara dan laut di kawasan Baltik, serta memperkuat basis militer di Kaliningrad. Denmark menyebut kondisi ini sebagai “ancaman langsung terhadap stabilitas regional dan kedaulatan Eropa Utara.”
🧑✈️ Wajib Militer Setara Gender: Apa yang Berubah?
Sebelumnya, Denmark sudah memiliki sistem wajib militer untuk laki-laki berusia 18–30 tahun, namun hanya bersifat selektif dan sukarela. Perempuan boleh bergabung, tetapi secara opsional. Dengan undang-undang baru ini:
-
Wajib militer berlaku bagi semua warga negara, pria dan wanita, berusia 18 tahun ke atas.
-
Masa pelatihan militer ditetapkan selama 4 hingga 12 bulan, tergantung cabang dan spesialisasi.
-
Perempuan akan diikutsertakan dalam semua aspek pelatihan, termasuk infanteri, logistik, dan teknologi pertahanan.
-
Pemerintah akan memberikan opsi penugasan sipil bagi mereka yang menolak dengan alasan moral atau agama.
“Jika kita ingin mempertahankan demokrasi dan kebebasan, maka pertahanan adalah tanggung jawab bersama, tanpa memandang gender,” ujar PM Frederiksen.
📊 Respons Publik dan Tantangan Implementasi
Kebijakan ini mendapat tanggapan beragam dari publik Denmark. Survei awal menunjukkan:
-
Sekitar 61% warga Denmark mendukung kesetaraan wajib militer, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
-
Kelompok feminis menyambut baik langkah tersebut sebagai bentuk nyata kesetaraan gender dalam kewarganegaraan dan tanggung jawab nasional.
-
Namun, terdapat juga kekhawatiran dari organisasi HAM dan orang tua soal kesiapan mental dan fisik pemuda-pemudi menghadapi pelatihan militer.
Pemerintah menjanjikan pendekatan bertahap dan humanistik, dengan penguatan layanan psikologis dan peningkatan sarana pelatihan yang inklusif.
🌍 Denmark dan Komitmen NATO
Sebagai anggota aktif NATO, Denmark sedang meningkatkan belanja pertahanannya hingga mencapai 2% dari PDB, sesuai target aliansi. Selain reformasi wajib militer, Denmark juga:
-
Mengirimkan bantuan militer ke Ukraina secara rutin.
-
Mengembangkan sistem pertahanan siber dan drone tempur.
-
Bekerja sama dengan Swedia dan Norwegia dalam pembentukan Nordic Rapid Response Force.
Langkah wajib militer perempuan ini dinilai sebagai sinyal kuat kepada sekutu dan lawan bahwa Denmark siap bertahan dan tidak akan menjadi titik lemah di garis pertahanan NATO.
📌 Kesimpulan: Dari Simbol Kesetaraan ke Strategi Keamanan
Keputusan Denmark mewajibkan perempuan mengikuti wajib militer menandai babak baru dalam politik pertahanan dan kesetaraan gender di Eropa. Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap stabilitas regional dan keseriusan negara kecil menghadapi ancaman militer dari kekuatan besar seperti Rusia.
“Perempuan Denmark bukan hanya simbol perdamaian, tetapi kini juga benteng pertahanan negara,” tutup pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Denmark.